Jumat, 13 Januari 2012

makalah Hirrschprung


Bab II
Tinjauan pustaka
Penyakit Hirschsprung
A.    Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir ≤ 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer, 2000 ).

Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalopun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat mendorong kotoran keluar dari anus. Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya, misalnya sindroma Down.

B.     Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

C.     Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk control kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

D.    Manifestasi klinik

Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1.      Anak – anak
a.       Konstipasi
b.      Tinja seperti pita dan berbau busuk
c.       Distensi abdomen
d.      Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e.       Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197).
2.      Komplikasia Obstruksi usus
a.       Konstipasi
b.      Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
c.       Entrokolitise Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz Cecily & sowden, 2002 : 197 )
E.     Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a.       Daerah transisi
b.      Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c.       Entrokolitis padasegmen yang melebar
d.      Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2.      Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari
sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3.      Biopsi otot rectum
Yaitu pengambilan lapisan otot rectum
4.      Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5.      Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6.      Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.

F.      Penatalaksanaan Hirschprung
§ Pembedahan
      Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.  
§ Konservatif
      Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
§ Tindakan bedah sementara
      Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
G.    Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Penyakit Hisprung
1.      Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian anak dengan penyakit hisprung dapat ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut. Adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-28 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau, dan konstipasi. Pada pengkajian terhadap faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetis dan faktor lingkungan. Penyakit ini dapat muncul pada semua usia akan tetapi paling sering ditemukan pada neonatus. Pada perkusi adanya kembung, apabila dilakukan colok anus, feses akan menyemprot. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan adanya segmen aganglionosis diantaranya: apabila segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hisprung segmen pendek dan apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai seluruh kolon maka termasuk tipe hisprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsi rektal digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion. Pemeriksaan manometri anorektal digunakan untuk mencatat respons refluks sfingter internal dan eksternal.

2.      Diagnosa keperawatan
1.      Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
2.      Konstipasi berhubungan dengan obstruksi
3.      Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
4.      Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ).

3.      Intervensi keperawatan
1.      Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan : Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh.
Kriteria Hasil:
1.      Turgor kulit lembab.
2.      Keseimbangan cairan.
Intervensi:
1.      Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien.
2.      Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
3.      Observasi adanya peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera.

2.      Konstipasi berhubungan dengan obstruksi
Ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan : Anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan.
Kriteria Hasil:
a)      Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi.
b)      Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1.      Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2.      Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali.
3.      Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi,
4.      Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses.
5.      Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan.

3.      Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan : Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kriteria Hasil:
1.      Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2.      Turgor kulit pasien lembab.
3.      Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan.
Intervensi:
1.      Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan.
2.      Ukur berat badan anak tiap hari.
3.      Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah.

4.      Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnya menjadi lebih adekuat.
Kriteria hasil :Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya, perawatan dan obat – obatan lebih meningkat.
Intervensi:
1.      Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingin diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2.      Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3.      Kaji latar belakang keluarga
4.      Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien
5.      Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagiku kesempurnaan bukanlah segalanya akan tetapi proses menuju kesempurnaan itulah yang paling utama.