Kamis, 08 Desember 2011

makalah CHF

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (R. Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess,1998).
Dalam makalah ini membahas CHF pada lansia disertai penanganan dan asuhan Keperawatan pada pasien lanjut usia dengan CHF.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyakit CHF
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian CHF
b. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab CHF
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala CHF
d. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi CHF
e. Mahasiswa mampu menjelaskan masifestasi klinis CHF
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada CHF
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan CHF
h. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan CHF
BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess,1998).
Klasifikasi
1. Gagal jantung akut -kronik
a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
2. Gagal Jantung Kanan- Kiri
a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
b. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
a. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi
b. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac output turun.
B. Etiologi
Penyebab gagal jantung kongestif yaitu:
1. Kelainan otot jantung
2. Aterosklerosis koroner
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
4. Peradangan dan penyakit miokardium
5. Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, tamponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV
6. Faktor sistemik seperti demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia.

C. Patofisiologi
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia.
D. Tanda dan Gejala
1. CHF Kronik
Meliputi: anoreksia, nokturia, edema perifer, hiperpigmentasi ekstremitas bawah, kelemahan, heaptomegali,ascites, dyspnea, intoleransi aktivitas barat, kulit kehitaman.
2. CHF Akut
Meliputi: ansietas, peningkatan berat badan, restletness, nafas pendek, bunyi krekels, fatigue, takikardi, penurunan resistensi vaskuler, distensi vena jugularis, dyspnea, orthopnea, batuk, batuk darah, wheezing bronchial, sianosis, denyut nadi lemah dan tidak teraba, penurunan urin noutput, delirium, sakit kepala.
E. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
G. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
· Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
· Diet pembatasan natrium (<>
· Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
· Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
· Olah raga secara teratur
b. CHF Akut
· Oksigenasi (ventilasi mekanik)
· Pembatasan cairan (<>
2. Farmakologis
Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs; diuretic
Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.
Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic
b. Second Line drugs; ACE inhibitor
Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.Obatnya adalah:
· Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi
· Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
· Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
· Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
· Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.
3. Pendidikan Kesehatan
a. Informasikan pada klien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit dan penanganannya.
b. Informasi difokuskan pada: monitoring BB setiap hari dan intake natrium.
c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF: pemberian makanan tambahan yang banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dll.
d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan bantuan terapis.
H. Pengkajian primer
1. Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring.
2. Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4. Disability: nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
I. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks, dll.

J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk
2. Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
3. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
4. Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
K. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa: Inefektif bersihan jalan napas b.d penurunan reflek batuk
Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Kriteria hasil:
- tidak ada suara snoring
- tidak terjadi aspirasi
- tidak sesak napas
Intervensi:
- kaji kepatenan jalan napas
- evaluasi gerakan dada
- auskultasi bunyi napas bilateral, catat adanya ronki
- catat adanya dispnu,
- lakukan pengisapan lendir secara berkala
- berikan fisioterapi dada
- berikan obat bronkodilator dengan aerosol.
2. Diagnosa: Kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
Tujuan: setelah dilakukan tindakan kerpawatan, pasien dapat menunjukkan oksigenasi dan ventilasi adekuat
Kriteria hasil:
- GDA dalan rentang normal
- Tidak ada sesak napas
- Tidak ada tanda sianosis atau pucat
Intervensi:
- auskultasi bunyi napas, catat adanya krekels, mengi
- berikan perubahan posisi sesering mungkin
- pertahankan posisi duduk semifowler
3. Diagnosa: Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan tanda peningkatan curah jantung adekuat.
Kriteria hasil:
- frekuensi jantung meningkat
- status hemodinamik stabil
- haluaran urin adekuat
- tidak terjadi dispnu
- tingkat kesadaran meningkat
- akral hangat
Intervensi:
- auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
- catat bunyi jantung
- palpasi nadi perifer
- pantau status hemodinamik
- kaji adanya pucat dan sianosis
- pantau intake dan output cairan
- pantau tingkat kesadaran
- berikan oksigen tambahan
- berikan obat diuretik, vasodilator.
- Pantau pemeriksaan laboratorium.
4. Diagnosa: Kelebihan volume cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mendemonstrasikan volume cairan seimbang
Kriteria hasil:
- masukan dan haluaran cairan dalam batas seimbang
- bunyi napas bersih
- status hemodinamik dalam batas normal
- berat badan stabil
- tidak ada edema
Intervensi:
- pantau / hitung haluaran dan masukan cairan setiap hari
- kaji adanya distensi vena jugularis
- ubah posisi
- auskultasi bunyi napas, cata adanya krekels, mengi
- pantau status hemodinamik
- berikan obat diuretik sesuai indikasi
BAB IV
PENUTUP
Chronik Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan. Penyebab CHF pada lansia adalah peningkatan kolagen miokard akibat proses penuaan. Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung kronik dan akut, gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung sistolik-diastolik. Manifestasi klinis dari gagal jantung dikelompokkan menjadi gagal jantung akut dan kronik yang meliputi:anoreksia, asites. Nokturia, intoleransi aktivitas peningkatan BB, fatigue, takikardi, penurunan urin output, dan lain-lain.
Komplikasi yang disebabkan oleh CHF diantaranya adalah trombosis vena dalam, toksisitas digitalis dan syok kardiogenik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien CHF adalah Rontgen dada, ECG, EKG, dan lain-lain. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat dan dokter meliputi: manajemen farmakologis, non farmakologis dan pendidikan kesehatan.
Masalah-masalah Keperawatan yang biasanya muncul pada pasien CHF meliputi: penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, intoleransi aktivitas, cemas, risiko kerusakan pertukaran gas, dan lain-lain.
Sebagai perawat professional hendaknya mampu melakukan asuhan Keperawatan baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan petugas kesehatan lain.
Diposkan oleh Ners AJIBARANG BMS di 19:45 Description: http://www.blogger.com/img/icon18_email.gif



LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan apabila terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Secara klinis keadaan penderita sesak napas disertai dengan adanya bendungan vena jugularis, hepatomegali, asites dan edema perifer. GAgal jantung kongestif biasanya diawali lebih dulu oleh gagal jantung kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan.
2. ETIOLOGI
· Kelainan Otot Jantung
Penderita kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosisi koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degenaratif atau inflamasi.
· Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
· Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
(Peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatka hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alas an yanmg tidak jelas, hipertropi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
· Peradangan dan Penyakit Miokardium Degenaratif
Berhubunagan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara lansung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
· Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang lain. Sebenarnya tidak lanisung mempengaruhi jantung. Mekanime yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya, stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya, temponade pericardium, perikarditis kontriktif atau stenosis katup AV), peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “Maligna”) dapat mengakibatkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.
· Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah factor yang berperan dalam perkembangan dan bertnya gagal jantung :
ΓΌ Meningkatnya laju metabolisme (misalnya, demam dan tirotoksikosis)
ΓΌ Hipoksia dan anemia : memerlukan peningkatan cairan jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik ; menurunkan suplai oksigen ke jantung.
ΓΌ Asidosis (respiratori atau metabolik)
ΓΌ Abnormalitas elektrolit : menurunkan kontrktilitas jantung.
ΓΌ Disritmia jantung : terjadi denga sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungus jantung.
3. PATOFISIOLIGIS
Mekanisme yang mendasarai gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung kurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jrntung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Jika curah jantung gagal untuk dipertahankan maka akan terjadi gagal jantung kongestif karena kontrktilitas, karena preload, kontrktilitas dan afterload terganggu.
4. MANIFESTASI KLINIS
· Meningkatnya volume intravaskuler
· Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat
· Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmolalis sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek
· Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekan sistemik
· Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringa dan organ
· Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldostoron, retensi natrium dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler.
Tempat kongestif tergantung dari ventrikal yang terlibat :
ΓΌ Disfungsu ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
Tanda dan gejala :
a. Dispnea : akibat penimbuan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.
b. Ortopnea : kesulitan bernapas saat berbaring
c. Paroximal : nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur)
d. Batuk : bias batuk kering dan basah yang menghasulkan sputum berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah.
e. Mudah lelah : akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuanggan sisa hasil kataboliame.
f. Kegelisahan : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
ΓΌ Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
Tanda dan gejala :
a. Edema ekstremitas bawah atau edema dependen
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen
c. Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga abdomen
d. Nokturna : rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.
e. Lemah : akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuanggan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
    1. PEMERIKSAAN FISIK
Merupakan prosedur untuk memperoleh data, mengetahui tubuh dan keadaan fisik klien dalam menentukan diagnostik dan kondisinya, serta
pengobatannya. Prosedur pemeriksaan : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
ΓΌ Pemeriksaan fisik umum :
a. Keadaan umum pasien
Ø Kelainan
Ø Umur pasien
Ø Tampak sakit atau tidak
Ø Kesadaran dan keadaan emosi dalam keadaan nyaman atau distres
Ø Sikap dan tingkah laku
b. Tanda vital
Ø Pernapasan
Ø Nadi
Ø Tekanan darah
Ø Suhu
c. Posture tubuh
Ø Berat badan
Ø Tinggi badan
Ø Bentuk keseluruhan
Ø Tekstur kulit
Pemeriksaan fisik dilakukan setelah pengambilan anamnesis, perhatikan kepala, leher, torso badan, ekstremitas kiri dan kanan.
    1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. EKG : hipertropi atrial atau ventrikel, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia (takikardi, fibrilasi atrial)
b. Sonogram : dapat menunjukan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi/ struktur katup atau area penurunan kontrktilitas ventrikuler. (Echokardiogram)
c. Scan Jantung : penyuntikan fraksi dan perkiraan gerakan dinding (Multigated Acuquistion/ MUSA)
d. Kateterisasi Jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri serta stenosis katup atau insufisiensi.
e. Rontgen Dada : menunjukan pembesaran jantung, banyaknya mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik. Perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan pulmonal.
    1. PENATALAKSANAAN MEDIK
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dan gagal jantung adalah :
a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretic, diet dan istirahat.
ΓΌ Terapi Farmakologis
§ Glukosida jantung, diuretic dan vasodilator merupakan dasar terapi farmakologis gagal jantung
§ Digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
ΓΌ Terapi Diuretik
§ Diberikan untuk memacu ekresi natrium dan air melalui ginjal, obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia merespon. Pembatasan aktivitas digitalis dan diit rendah natrium, jadwal pemberian obat ditentukan oleh berat badan, furosemid (Lasix) terutama sangat penting dalam terapi gagal jantung karena dapat mendilatasi renula, sehingga meningkatkan kapasitas urea yang pada gilirannya mengurangi preload (darah vena yang kembali ke jantung)
§ Terapi diuretic jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremia yang mengakibatkan lemah, letih, malaise, kram otot dan denyut nadi yang kecil dan cepat.
§ Pemberian diuretic dalam dosis besar dan berulang juga bisa mengakibatkan hipokalemia ditandai dengan denyut nadi lemah, suara jantung menjauh, hipertensi, otot kendor, penurunan refleks tendon dan kelemahan umum.
ΓΌ Terapi Vasodilator
§ Obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung.
§ Natrium nitraprosida secara intravena melalui infuse yang dipantau tepat dosisnya harus dibatasi agar tekanan systole arteriole tetap dalam batas yang diinginkan.
§ Nitrogliserin
    1. KOMPLIKASI
· Syok kardiogenik
· Episode tromboemboli
· Efusi dan temponade pericardium
  1. ASUHAN KEPERAWATAN
    1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat keperawatan dan riwayat penyakit
c. Pemeriksaan fisik
1. Airway
Obstruksi total disebabkan oleh tertelannya benda asing yang menyumbat dipangkal laring. Obstruksi parsial disebabkan oleh cairan (darah, sekret, aspirasi lambung, lidah jatuh kebelakang, penyrmpitan dilaring dan trakea). Hal yang paling penting dilakukan pada pasien tidak sadar adalah membuka jalan napas.
2. Breathing
Dispnea pada saat beraktivitas, tidak sambil duduk/ dengan beberapa bantal. Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum, penggunana bantuan pernapasan misal : oksigen.
Batuk : kering/ nyaring/ non produktif/ mingkin batuk dengan tanpa sputum terus menerus.
3. Circulation
§ Warna kulit: pucat/ sianosis
§ Tekanan darah mungkin rendah
§ Nadi mungkin lemah menunjukan penurunan volume sekuncup
§ Frekuensi jantung: disritmia
§ Nadi apical mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri
§ Bunyi jantung S3 (Gallop), S4 dapat terjadi S1 dan S2 mungkin melemah
§ Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katip atau insufisiensi
§ Nadi: perifer berkurang, nadi sentral mungkin kuat (nadi jugularis dan karotis)
§ Pengisian kapiler lambat
4. Makanan dan Cairan
§ Kehilangan nafsu makan: mual/ muntah
§ Penambahan berat badan secara signifikan
§ Pembengkakan pada ekstremitas bawah
§ Pakaian/ sepatu terasa sesak
§ Diit tinggi garam/ makanan yang telah diproses: lemak, gula, dan kafein
§ Distensi abdomen (asites)
§ Edema
5. Aktivitas/ Istirahat
§ Keletihan/ kelelahan terus menerus sepanjang hari
§ Insomnia
§ Nyeri dada dengan aktivitas
§ Dispnea saat istirahat/ beraktivitas
§ Gelisah, perubahan status mental misal, letargi
§ Tanda vital berubah saat aktivitas
    1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx 1: Intoleran aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
Dx 2: Kelebihan volume cairan b.d. menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung) meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium atau air
Dx 3: Resiko kerusakan pertukaran gas b.d. perubahan membrane kapiler alveolus.
    1. INTERVENSI
Tujuan: Curah jantung mencukupi untuk kebutuhan individual, komplikasi teratasi/ tercegah, tingkat aktivitas optimum/ fungsi tercapai kembali, proses/ prognosis penyakit serta regimen terapeutik dimengerti.
Dx 1
Kriteria hasil: berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelemahan tanda vital selama aktivitas.
Rencana Tindakan:
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas , khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretic, penyekat beta.
b. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat.
c. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas dan istirahat.
d. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
Dx 2
Kriteria hasil: mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan haluaran, bunyi napas bersih/ jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil, tidak ada edema. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Rencana Tindakan:
a. Pantau haluaran urine, catat jumlah, warna saat hari diuresis terjadi
b. Pantau masuhan dan haluaran selama 24 jam
c. Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering
d. Berikan obat sesuai indikasi (diuretic, hazid, kalium)
Dx 3
Kriteria hasil: bebas gejala distress pernapasan, GDA dalam rentang normal.
Rencana Tindakan:
a. Ajurkan klien batuk efektif, napas dalam
b. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
    1. EVALUASI
§ Mengalami penurunan kelelahan dan dispnea
a. Mampu beristirahat secara adekuat baik fisik maupun emosional
b. Berada pada posisi yang tepat yang dpat mengurangi kelelahan
c. Mematuhi aturan pengobatan
§ Mencapai perfusi jaringan yang normal
a. Mampu beristirahat yang cukup
b. Kulit hangat dan kosong dengan warna normal
c. Tidak memperlihatkan edema perifer
§ Mengalami penurunan kecemasan
a. Menghindari setuasi yang menimbulkan stress
b. Tidur nyenyak dimalam hari
c. Melaporkan penurunan stress dan kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
v Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
v Mansjoer, Arief et all. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Media Aescalapius
v Prof. dr. H. M. Noer Syaifoellah et all. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edesi 3 Jilid 1. Jakarta: Balai Penerbit FKM
v Smeltzer, Suzanne C. Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Diposkan oleh ilham di Kamis, Juli 10, 2008 Description: http://www.blogger.com/img/icon18_email.gifDescription: http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif
0 komentar:
Poskan Komentar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagiku kesempurnaan bukanlah segalanya akan tetapi proses menuju kesempurnaan itulah yang paling utama.